WAITING FOR YOU! (CERPEN)
Oleh Laely Azizah pada 25 Januari 2014 pukul 10:55
.Chindai POV
Oh My God!! Kenapa kantin harus selalu penuh seperti ini, apakah mereka tidak tau jika aku sangat haus, dan aku hanya berdiri sendiri di sini, aku seperti orang yang tak tau arah pulang. Marsha, yang selalu bersama ku entah di mana dia berada sekarang, mungkin kah dia sedang bersama Rafli, kekasihnya? Isshhh... awas kau Rafli, aku kutuk kau!
Drrttt... Drrtt..
Ada pesan masuk di ponselku, ponselku bergetar hebat. Dengan malas, aku mengambilnya dari saku bajuku
From: Marsha
Chindai, apa kau tidak lihat siapa yang ada di sampingmu?
Apa? Sebelahku? Aku menolehkan pandanganku ke sebelah kanan ku, dan benar saja. Bagas Rahman Dwi Saputra, laki-laki paling tampan di muka bumi ini.
Drrtt.. Drrtt...
“Ya?” aku mengangkat telfon dari Marsha
“Hei! Chindai, dekati Bagas, cepat!” Perintah Marsha dari ujung sana
“Apa? Kau gila!” Jawabku setengah berteriak
Tuutt.. Tuutt.. Tuutt..
“Dasar! Marsha, awas saja nanti jika bertemu. Aku akan...” Ucapku terhenti
“Halo Chindai.” Sapa Bagas
“Halo Bagas, kenapa?” Jawabku kaget
“Kau tidak membeli makanan? Dari tadi kau hanya berdiri di sini.” Tanya Bagas
“Oh, itu.. see? Kantin nya sangat ramai, aku malas berdesak-desakkan, nanti saja, jika sudah lenggang.” Jawabku tersenyum
“Kau ingin apa?” Tanya Bagas
“Aku hanya ingin minum soda.” Jawabku
“Oh, oke.” Bagas langsung meIyarobos krumunan orang-orang yang sedang membeli, tak lama kemudian dia datang membawa 2 kaleng soda
“Untukmu.” Ucap Bagas sambil menyodorkan minuman soda
“Terima kasih Bagas.” Ucapku sambil menerima minuman soda dari Bagas
“Ah, kau tidak minum?” Tanyaku, saat Bagas hanya diam tanpa membuka kaleng minuman sodanya
“Ah ini, ini untuk Chelsea, dia minta dibelikan minuman soda.” Jawab Bagas tanpa berdosa. Seketika aku seperti dibanting ke dalam tanah, dan diinjak-injak. Sakit.
“Oh, begitu.” Jawabku lesu
“Kalau begitu, aku duluan ya. Chelsea pasti sudah menungguku.” Pamit Bagas tersenyum, lalu pergi
“Iya.. Iya..” Aku hanya mengangguk
“Hei! Gloria Chindai Lagio!” Teriak Marsha
“Apa yang kau bicarakan dengannya? Dia membelikanmu soda?” Tanya Marsha
“Waaa... baik sekali dia.” Puji Marsha
“Bagas sudah memiliki kekasih?” Tanyaku
“Apa? Tidak! Tidak mungkin!” Jawab Marsha
“Aku bertanya!”
“Hehehe.. tidak, Bagas tidak memiliki kekasih.” Ucap Marsha
“Chelsea?” Tanyaku
“Chelsea? Dia hanya sahabat Bagas, percayalah! Bagas dan Chelsea tidak memiliki hubungan spesial, mereka hanya bersahabat.” Ucap Marsha menyemangatiku
“Semangat Gloria Chindai Lagio!”Ucap Marsha tersenyum
SKIP
Aku sedang membaca buku di kelas, dan konsentrasiku buyar ketika Marsha datang dengan suaranya yang menggelegar.
“HEI! Gloria Chindai Lagio, apa kau sudah liat pengumuman nilai ujian semester tahun ini? Selamat..” Ucap Marsha
“Sudah dipasang?” Tanyaku
“Iya, baru saja. Bu Winda baru saja memasangnya.” Jawab Marsha
“Baiklah, aku akan melihatnya dulu.” Ucapku lalu pergi
Papan Pengumuman
Papan pengumuman sudah sangat penuh, karena siswa-siswi ingin melihat hasil ujian mereka. Aku menerobos masuk gerombolan siswa-siswi tadi, dan aku mencari namaku.
“Gloria Chindai Lagio... Gloria Chindai Lagio... Gloria Chindai Lagio...” gumamku, mencari namaku dalam deretan kertas
“Wuhuuuu!!!” aku melihat namaku tercantum di kertas pertama dan mendapat peringkat 2, walaupun sejak kelas 10 aku selalu mendapat peringkat kedua, paling tidak, prestasiku tidak menurun.
Aku keluar dari gerombolan tadi, dan tersenyum senang. Aku melihat Bagas, dengan tampang murungnya. Aku mendekatinya dengan malu
“Bagas? Ada apa?” Ucapku
“Chindai?” Jawab Bagas kaget
“Kenapa? Kenapa wajahmu sangat murung?” Tanyaku sambil duduk di sampingnya
“Aku hanya mendapat peringkat 50 dari 60 siswa, betapa bodohnya aku!” Ucap Bagas sambil memukul jidatnya
“Bagas, jangan berkata seperti itu. Kau harus lebih rajin belajar. Kau tidak bodoh, kau hanya kurang berusaha.” Ucapku tersenyum menyemangati Bagas
“Terima kasih Chindai.” Jawab Bagas tersenyum
“Iya.”
“Chindai? Kau mendapat peringkat 2 bukan? Selamat.. Selamat.. kau sangat hebat!” Puji Bagas
“Kau melebih-lebihkannya. Aku sejak kelas 1 SMA, sampai sekarang tidak pernah mendapat peringkat 1. Aku tidak pernah bisa mengalahkan Angel.” Ucapku lesu
“Chindai, jangan bersedih! Peringkat 2 itu hebat, great! Bahkan aku saja tidak bisa mendapat peringkat 2 selama ini. Kau hebat Chindai!” Puji Bagas lagi sambil menepuk-nepuk tangannya
“Bagas!” Aku berteriak
“Selamat Chindai..”
SKIP
Liburan akhir semester 1, ini dia yang ditunggu-tunggu selama ini oleh kami, para murid! Sekolah akan mengadakan liburan ke pantai kali ini. Karna kami tinggal di asrama, ada yang ikut berlibur dan ada yang pulang ke rumahnya masing-masing.
Karena rumahku di Manado, tentu saja aku ikut berlibur ke pantai, bersama teman-temanku semua. Dan aku harap, Bagas ikut pergi berlibur ke pantai.
Sore itu, sehari sebelum berangkat ke pantai, aku berjalan-jalan sore sendirian, dan tak sengaja aku melihat Bagas sedang duduk sendirian di taman. Aku menghampirinya ragu-ragu
“Hai Chindai!” Bagas menyapaku terlebih dahulu
“Bagas? Hallo.” Jawabku kaget
“Sedang apa kau di sini?” Tanya Bagas
“Aku? Kau juga sedang apa berada di sini?” Tanyaku kembali
“Jawab pertanyaan ku dahulu.” Bagas kesal
“Ishh.. aku hanya sedang berjalan-jalan dan tak sengaja melihatmu. Kau?” Tanyaku
“Aku sedang duduk.” Jawab Bagas cuek
“Ck.. seorang bayi pun tau jika kau sedang duduk.” Jawabku sambil menyilangkan kedua lenganku
“Hehe, aku sedang menunggu Chelsea.” Jawab Bagas tersenyum
“Dia hari ini.....”
“Oh, iya, Bagas.. apa kau ikut ke pantai untuk liburan musim panas ini?” Tanyaku memotong ucapan Bagas, aku tidak ingin mendengar apa-apa darinya tentang Chelsea.
“Tidak tau.” Jawab Bagas bingung
“Kenapa?” Tanyaku kecewa
“Kau ingin aku ikut?” Goda Bagas
“Apa?!” Aku melotot
“Bagas! Kau! Kenapa kau berkata seperti itu?” Tanyaku untuk menutupi salah tingkah ku
“Kenapa? Tidak boleh?” Tanya Bagas
“Tidak.. aku hanya berpikir, jika semakin banyak yang ikut ke pantai, pasti semakin seru acara kita di pantai ini.” Jawabku
“Iya, baiklah. Aku ikut.” Bagas mengangguk
“Kau ikut?” Tanyaku kaget
“Iya, apa kau tidak dengar? Bagas Rahman Dwi Saputra akan ikut.” Jawab Bagas
“Baiklah.”
“Chindai, kau ikut kan?” Tanya Bagas
“Tidak, aku tidak ikut, aku akan pulang ke Manado.” Jawabku sambil menggoda Bagas
“Apa?!” Kini giliran Bagas yang melotot
“Hei! Kau memaksa ku...” Bagas kesal
“Hahahaha... aku pasti akan ikut Bagas Rahman Dwi Saputra. Kenapa? Kau menginginkanku ikut?” Godaku tertawa puas
“Hei! Gloria Chindai Lagio! Itu kata-kata ku.” Ucap Bagas kesal
“Hahahaha...” aku hanya bisa tertawa
“Bagas!” Teriak Chelsea
“Halo Chindai, kau di sini?” Sapa Chelsea
“Iya.” Jawabku mengangguk
“Bagas, aku senang sekali.” Ucap Chelsea sambil meloncat-loncat (?)
“Kenapa?” Bagas bingung
“Chelsea.. Bagas.. lebih baik aku pergi dulu ya.” Ucapku
“Kenapa? Kau tidak ingin mendengar berita bahagia dari ku?” Tanya Chelsea kecewa
“Tidak, bukan begitu Chelsea. Aku harus menyiapkan perlengkapan ku ke pantai besok.” Ucapku tersenyum. Sebenarnya, aku tidak ingin ada di antara mereka berdua, hanya membuatku cemburu jika aku di sana
“Baiklah.” Jawab Chelsea
“Bye Chindai.” Ucap Bagas
“Bye.”
---
SKIP
“Ya Ampun! Chindai, aku sangat lelah. Cepat, kita cari kamar milik kita.” Ucap Marsha turun dari bus bersamaku
“Kau duluan saja. Aku ingin berkeliling.” Jawabku tersenyum
“Baiklah. Kopermu aku bawakan ya.” Ucap Marsha mengambil koperku
“Terima kasih, Marsha.” Aku tersenyum
“Ok. Sampai bertemu di kamar.” Ucap Marsha kemudian pergi
Aku berkeliling memutari penginapan, dan berjalan ke pantai. Aku menghela napas, pasti rasanya akan sangat senang, jika aku dapat berjalan berdua bersama Bagas di sini. Tempat ini sangat romantis. Tapi, tetaplah, itu hanya mimpi.
“CHIINNDDDAAAIIIII!!!!!!!” terdengar teriakan yang sangat keras, aku menoleh ke belakang, dan ternyata Bagas, dia sedang menaiki ATV
“Bagas?” Ucapku kaget
“Cepat. Aku sedang balapan dengan Josia, cepat, cepat naik.” Ajak Bagas
“Ha?” Tanyaku kaget
“Cepat!” Ajak Bagas, menarik tanganku
“Iya..” aku sedikit berteriak, dan naik ATV
“Pegangan yang kuat ya.” Ucap Bagas, dan menstarter ATV nya
Apakah aku sedang bermimpi, aku menaiki ATV bersama Bagas Rahman Dwi Saputra? Seseorang yang aku sukai sejak kelas 10. Ini bukan mimpi kan? Aku harap bukan
“Wuuhhuuuu... Chindai! Kita menang.” Teriak Bagas
“Yeayyy.” Ucapku senang
“Hei! Kau! Bagas? Kenapa kau menang? Harusnya aku yang menang.” Ucap Josia ketika sampai di belakang kami
“Hahahaha.” Ucapku tertawa
“Chindai?” Panggil Bagas
“Iya?”
“Say Cheese.” Ucap Bagas, Bagas memegang kamera digital dan memotret kami berdua
“Cheese.” Ucapku tersenyum
“Ck! Siapa ini?” Ucap Bagas sambil melihat foto yang baru saja diambilnya bersamaku
“Lihatlah, dia sangat jelek.” Ucapku sambil menunjuk wajah Bagas
“Kau lebih jelek.” Ucap Bagas sebal
“Kita berdua sama-sama jelek, jangan saling menghina.” Ucapku kesal memukul pelan kepala Bagas
“Ahh...” Bagas merintih
SKIP
“Bagas? Kau tidak bersama Chelsea?” Tanyaku, ketika kita sedang duduk di pinggir pantai sambil menunggu sunset
“Chelsea?” Tanya Bagas
“Iya, aku sering melihatmu bersamanya.” Ucapku sambil memaksakan tersenyum, jujur hatiku miris saat mengatakannya
“Mungkin dia sedang beristirahat di kamar. Dia kelelahan.” Jawabnya santai
“Oh...” Aku mengangguk
“Bagas? Boleh aku bercerita?” Tanyaku
“Tentu.” Bagas tersenyum melihatku
“Aku menyukai..” ucapku terpotong
“Iya?” Bagas penasaran dengan ucapanku selanjutnya
“Aku menyukai seorang laki-laki sudah lama. Sangat lama. Aku menyukainya sejak kelas 10, dan aku rasa, dia tidak menyukai ku.” Aku menghela nafas setelah mengatakan kalimat itu
“Emm.. Siapa?” Tanya Bagas
“Seseorang, dia temanku. Kami memang tidak terlalu dekat, tapi dia sangat baik, dia suka menolongku, terkadang kami bercanda. Tapi, tetap saja, aku rasa dia tidak pernah menyukai ku. Selama ini, bercandaan kami, terlihat seperti bercandaan antara teman, tidak lebih.” Ucapku sedih
“Chindai, kau. Jangan pesimis ya.” Ucap Bagas menepuk pundakku
“Bisa saja laki-laki itu menyukai mu, tapi jika tidak...” Bagas menggantungkan kalimatnya
“Tak apa. Di dunia ini, tidak hanya ada satu. Tapi, banyak sekali laki-laki.” Lanjutnya tersenyum
“Lihat, teman lelaki mu, ada Josia, Difa, Rafli, Gilang, Ivan...”
“Dan aku, masih banyak laki-laki di muka bumi ini. Bukan hanya dia.” Ucapnya tersenyum lebar
“Semangat Chindai!” Bagas menyemangatiku
“Iya, Terima kasih Bagas.” Aku tersenyum mendengar ucapan Bagas
“Ayo kita ke penginapan, seperti nya waktu makan malam hampir tiba.” Ajak Bagas sambil berdiri
“Baiklah.” Jawabku tersenyum
AUTHOR POV
Chindai dan Bagas sedang berjalan menyusuri pantai menuju penginapan, mereka sedang asyik berbincang, tiba-tiba ada yang memanggil Bagas dengan kerasnya
“BBAAGGGAAASSSS!!!”
“Eh? Chelsea? Kenapa?” Tanya Bagas
“Sepatu ku hilang!” Rengek Chelsea
“Hilang? Bagaimana bisa?” Tanya Bagas kaget
“Josia yang mencuri nya!” Tuduh Chelsea menunjuk Josia yang sedang berlari mengejar Chelsea
“Ya Ampun! Tidak, Bagas! Aku tidak mengambilnya!” Ucap Josia
“Aisshh...” Bagas mendesah, dia menarik Josia menjauh dari Chelsea
“Josia? Apa kau mengambil sepatu Chelsea?” Tanya Bagas berbisik
“Ha? Untuk apa aku melakukannya?” Jawab Josia
“Jadi, kau tidak mengambilnya?” Tanya Bagas
“Tentu saja tidak!” Jawab Josia
“Tapi, bagaimanapun juga kau harus membantuku mencari sepatu Chelsea.” Pinta Bagas
“Apa?” Tanya Josia kaget
“Apa kau tidak ingat? Saat Difa tidak sengaja memecahkan vas bunga milik Chelsea? Dia menangis, merengek, mengomeliku seharian.” Ucap Bagas frustasi
“Apa kau tidak tau betapa lelahnya aku, seharian mendengarkan omelan dia dan mencarikannya vas bunga yang sama persis dengan miliknya.” Lanjut Bagas
“Chelsea itu sangat manja. Dia bisa seharian tidak tidur hanya untuk mengomeliku!” Ucap Bagas makin frustasi
“Benarkah?” Josia benar-benar kaget
“Bantu aku, please!” Pinta Bagas memelas
“Iya.. Iya..” Josia mengangguk
Chindai yang melihat kedatangan Chelsea dan Josia, memilih untuk pergi sendirian ke penginapan sambil berdecak kasihan, mendengar kata-kata Bagas kepada Josia yang tak sengaja didengarnya. Dia tidak tau jika Chelsea sangat manja dan bergantung pada Bagas.
---
“Marsha? Kenapa? Kenapa kau senang sekali?” Tanya Chindai melihat Marsha yang sedang tertawa senang
“Sepatu siapa ini?” Tanya Chindai melihat setumpuk sepatu yang tidak dikenalinya
“Hahahahahahahaha...” Marsha tertawa makin keras
“Ini sepatu milik Chelsea?” Tanya Chindai ketika ingat jika sepatu Chelsea hilang
“Tentu saja.” Jawab Marsha senang
“Kenapa? Kenapa kau mengambilnya?” Tanya Chindai
“Aku hanya ingin mengusili Chelsea sebentar.” Jawab Marsha tanpa dosa
“Tidak, ini tidak benar! Cepat, kembalikan.” Paksa Chindai
“Chindai!” Ucap Marsha kesal
“Chelsea menuduh Josia yang mengambilnya, dan kau tau? Chelsea merengek kepada Bagas untuk mencarikannya, apa kau tidak kasihan dengan Bagas.” Omel Chindai
“YA Ampun! Chindai, kenapa kau selalu memikirkan Bagas?” Tanya Marsha gemas
“Baiklah, akan ku kembalikan.” Lanjut Marsha
“Kau, cepat mandi. Lalu, kita akan makan malam.” Ucap Marsha sambil memasukkan sepatu Chelsea ke dalam tas
“Oke, cepat kembalikan Marsha. Jangan usil seperti itu lagi.” Ucap Chindai tersenyum, berdiri di ambang pintu kamar mandi
“Iya.. Iya.. Cepat..” Ucap Marsha sambil mendorong Chindai masuk ke kamar mandi
---
Malam hari, Bagas sedang duduk santai di taman sendirian. Menikmati keindahan malam musim panas. Bagas benar-benar merasa tentram dan damai saat itu, sebelum.....
“BBAAGGGAAAASSSSS!!!!” Teriak Chelsea menghampiri Bagas
“Chelsea? Iya.. akan kucarikan..” Ucap Bagas berdiri dan siap-siap pergi
“Tidak, tidak perlu, sepatu itu sudah kembali. Josia sudah mengambilkannya saat makan malam tadi.” Ucap Chelsea menarik jaket Bagas, sehingga Bagas tidak jadi pergi
“Chels!” Bagas kesal karena jaketnya ditarik oleh Chelsea dan hampir membuatnya jatuh
“Chelsea, kenapa kau menuduh Josia?” Tanya Bagas
“Tentu saja, Josia paling usil di sekolah kita, kamar dia juga sebelah kamarku. Tentu saja dia yang mengambilnya.” Ucap Chelsea tanpa ragu
“Baiklah, terserah kau.” Jawab Bagas
“Hehehe, jangan marah ya..” Ucap Chelsea
“Untuk apa?” Tanya Bagas bingung
“Aku tau aku sangat manja padamu, kau harus mendengar rengekanku yang memecahkan gendang telinga mu itu.” Ucap Chelsea malu-malu
“Kau menyadarinya? Syukurlah..” Jawab Bagas lega
“Bagas! Kau menyebalkan...” Ucap Chelsea sebal memukul pundak Bagas pelan
“Isshhh...” Bagas mencoba menjauh dari Chelsea
“Bagas, kau sahabat terbaikku.” Ucap Chelsea tiba-tiba
“Iya, kau juga.” Jawab Bagas tersenyum
“Bagas? Kenapa kau ingin bersahabat denganku?” Tanya Chelsea
“Oh, ituu..” Bagas berhenti untuk berpikir sejenak
“Tentu saja karena aku menyukaimu.” Lanjutnya tersenyum
“Aku juga menyukaimu, Bagas.” Jawab Chelsea senang
“Jika aku tidak menyukaimu, tentu saja aku tidak akan menjadi temanmu.” Ucap Bagas semangat
“Tetaplah menjadi temanku Chelsea, sampai aku kuliah, bekerja, menikah, dan meninggal nanti.” Pinta Bagas
“Tentu saja, kau juga harus seperti itu. Kita teman bukan? Selamanya akan berteman.” Ucap Chelsea tersenyum
“Tentu saja, selamanya...” Jawab Bagas lantang
CHINDAI POV
Aku sedang berkeliling untuk mencari udara segar, bisa jadi, aku akan bertemu Bagas malam ini dan melihat bintang bersama. Kau tau? Malam ini bintang-bintang tampak begitu cantik. Saat aku berjalan menuju taman, bukan udara segar yang aku dapatkan, udara yang malah membuat dadaku semakin sesak saat melihat Chelsea dengan Bagas sedang duduk di taman berdua, ya. Hanya BERDUA. Percakapan mereka juga sangat menusuk hatiku.
“Oh, ituu..” Bagas berhenti untuk berpikir sejenak
“Tentu saja karena aku menyukaimu.” Lanjutnya tersenyum
“Aku juga menyukaimu, Bagas.” Jawab Chelsea senang
“Jika aku tidak menyukaimu, tentu saja aku tidak akan menjadi.......”
Aku berlari sejauh mungkin, aku tidak sanggup mendengar kata-kata dari Bagas lagi. Hatiku sakit, sakit sekali.
“Apa? Bagas menyukai Chelsea? Tidak.. Tidakkk...” ucapku gemetar, menahan tangis, aku berlari menuju penginapan, hanya Marsha yang aku tuju malam itu
---
“Marsha?” Panggilku saat masuk kamar, dan segera berhambur memeluk Marsha
“Hei? Kenapa kau menangis?” Tanya Marsha menepuk punggungku
“Bagas, dia menyukai Chelsea.” Ucapku gemetar
“Itu tidak mungkin.” Jawab Marsha kaget
“Aku mendengarnya sendiri.” Ucapku melepas pelukannya
“Chindai, kau..” Ucap Marsha menyentuh pundakku
“Sabar, ya.” Lanjutnya kemudian memelukku kembali
“Hikss...” Aku hanya bisa larut dalam tangisan
“Aku harus melupakan Bagas.” Ucapku setelah beberapa menit menangisi Bagas
“Tentu saja, harus.” Jawab Marsha mendukungku
“Mungkin aku akan melupakannya saat lulus SMA. Masih satu semester lagi.” Ucapku mulai menghapus air mata dari mataku
“Kenapa kau tidak melupakannya dari sekarang?” Tanya Marsha
“Setiap hari aku akan bertemu Bagas, aku tidak akan bisa melupakannya jika bertemu dengannya setiap hari.” Jawabku
“Aku juga ingin, masa akhir SMA ku ini, aku menyukai seorang laki-laki, walaupun dia tidak menyukai, tak apa. Aku hanya ingin merasakan jatuh cinta lebih lama terhadap Bagas.” Lanjutku sambil tersenyum, dan menghela napas panjang
“Baiklah, terserah kau.” Jawab Marsha tersenyum padaku
---
SKIP
AUTHOR POV
“Marsha? Apa kau melihat Chindai?” tanya Bagas kepada Marsha setelah kejadian Chindai menangis telah berlalu beberapa hari
“Chindai? Untuk apa kau mencarinya.” Tanya Marsha sinis
“Aku hanya ingin.....” belum selesai Bagas berbicara sudah dipotong oleh Marsha
“Lupakann...” Ucap Marsha memotong ucapan Bagas
“Pergi kau.” Usir Marsha
“Heh! Marsha!” Bagas kesal
“Apa? Hushh...” Marsha mengusir Bagas lagi
“Ck....”Bagas berdecak kesal kemudian pergi
---
SKIP
“Kenapa malam ini panas sekali?” Tanya Chindai saat bersama Marsha di kamar penginapannya
“Aku harus membeli soda. Marsha? Kau ikut?” Tanya Chindai
“Tidak, kau pergi sendiri saja ya.” Jawab Marsha sambil membaca majalah di atas kasur
“Baiklah.” Chindai mengangguk kemudian pergi
Di tengah jalan, saat Chindai pulang dari toko dekat penginapan setelah membeli beberapa kaleng soda, dia melihat Bagas sedang berdiri sendirian di bawah lampu jalan dekat penginapan
“Itu Bagas? Sedang apa dia sendirian di sini?” Gumam Chindai sendirian
“Haruskah aku menghampirinya?” Tanya Chindai berpikir
“Emm.. akan ku berikan soda ini sebagai tanda terima kasih ku kemarin.” Ucapnya dan mulai melangkahkan kakinya, tapi dia terhenti ketika ada yang memanggil Bagas
“Bagas...” Panggil Chelsea sambil mengalungkan syal ke lehernya
“Chelsea?” Bagas kaget
“Apa ini? Syal?” Tanya Bagas sambil melepas syal dari Chelsea
“Iya, bagus tidak?” Tanya Chelsea yang juga menggunakan syal yang hampir sama dengan milik Bagas
“Bagus sekali.” Jawab Bagas tersenyum
“Untukmu.” Jawab Chelsea singkat
“Untukku?” Tanya Bagas tidak percaya
“Iya.” Chelsea mengangguk pasti
Dari kejauhan Chindai melihat mereka dengan miris, hatinya sakit. Ini memang bukan pertama kalinya dia sakit hati karena Chelsea dan Bagas. Dia jadi lebih terbiasa walaupun hatinya masih saja merasa sakit melihat mereka berdua bersama.
“Syal? Seperti syal couple.” Gumam Chindai
“Tuhan, aku harus kuat.” Ucap Chindai menundukkan kepalanya, menahan tangis
“Chindai, sadarlah! Bagas milik Chelsea, hanya milik Chelsea. Dia bukan untukmu. Sadar! Kau harus kuat.” Ucap Chindai mensupport dirinya sendiri
---
“Chindai? Kenapa? Kau kenapa? Kenapa wajahmu sangat kusut?” Tanya Marsha saat Chindai memasuki kamarnya
“.............” Chindai hanya terdiam
“Monkey, kira-kira ada apa dengan Chindai kita? Dia sedih karena apa monkey?” Tanya Marsha kepada boneka monyet pemberian Rafli, kekasihnya
“Ahh.. pasti Bagas.” Jawabnya sendiri
“Hmm..” Chindai menjawabnya malas
“Kau kenapa? Ceritakan padaku.” Pinta Marsha
“Tadi, saat aku membeli soda, aku melihat Chelsea memberikan Bagas sebuah syal. Seperti syal couple, karena Chelsea juga memakainya.” Cerita Chindai malas
“Ternyata mereka benar-benar menjadi sepasang kekasih? Waahh..!” Tanya Marsha tak percaya
“Chindai? Kau tidak apa-apa?” Tanya Marsha khawatir
“Iya, kau tenang saja Marsha. Aku ini kuat.” Jawab Chindai tersenyum
“Tetap tersenyum ya.” Ucap Marsha tersenyum
“Of course.”
“Oh, Iya. Kau, bisakah sehari saja tidak seperti orang gila?” Pinta Chindai
“Kau jangan berbicara lagi dengan boneaka monyet itu.” Lanjut Chindai menunjuk boneka monyet milik Marsha
“Tapi ini dari Rafli.” Jawab Marsha dengan tampang innocent nya
“Marsha? Kamar Rafli hanya berbeda 3 ruangan dari kamar kita, kau bisa menemuinya. Kau tidak harus berbicara dengan boneka seperti itu.” Ucap Chindai mulai kesal
“Hey, Chindai.. kau cemburu ya?” Goda Marsha
“Cemburu?” Chindai menaikkan satu alisnya
“Karna kau tidak pernah mendapatkan apapun dari Bagas, your prince.” Ucap Marsha tertawa
“Shut up!” Chindai kesal
“Ckckckck... kenapa Chindai kita sangat kasihan monkey?” Tanya Marsha kepada boneka monyetnya
“Marshaaaa!” Chindai benar-benar kesal
---
Liburan di pantai sudah berakhir, mereka harus kembali ke asrama. Baru saja Chindai turun dari bis. Dia sudah melihat pemandangan yang merusak suasana hatinya. Chindai hanya mematung sambil melihat lurus di depan.
“Chindai, kenapa kau diam? Apa yang kau lihat?” Tanya Marsha
Marsha mengikuti tatapan Chindai, dilihatnya Bagas sedang berjalan beriringan dengan Chelsea, dan Bagas membawakan tas Chelsea.
“Oh.. kau melihat itu?” Ucap Marsha
“Iya, Bagas kasihan sekali.” Ucap Chindai sendu
“Kasihan?” Marsha kaget
“Seharusnya kau yang dikasihani Chindai, bukan Bagas.” Ucap Marsha sedikit berteriak
“Cepat, kita kembali ke asrama.” Ajak Marsha menarik tangan Chindai
SKIP
Satu semester hampir berlalu, dan sebentar lagi mereka akan lulus. Chindai, tetap dalam kesendiriannya menunggu Bagas, bagi Chindai, Bagas tidak akan mungkin dimilikinya. Seperti, seorang pengemis yang berharap dapat menikah dengan seorang Pangeran. Chindai, menganggap cerita cintanya dengan Bagas, seperti itu. Miris.
Sebelum kelulusan, Chindai berencana menyatakan perasaannya dengan Bagas. Setelah lulus, dia akan kembali ke Manado. Dan memulai hidup baru tanpa Bagas dikehidupannya.
Hari itu sekolah sudah sangat sepi karena sudah waktunya pulang, Bagas sedang berjalan menyusuri koridor sekolah dan tak sengaja bertemu Chindai. Chindai tersenyum dapat berjumpa dengan Bagas.
“Bagas?” Panggil Chindai dan berjalan mendekati Bagas
“Hai, Chindai.” Sapa Bagas
“Selamat, peringkatmu selama ini terus meningkat.” Puji Chindai, dia membuka tasnya dan mengambil sebuah kado
“Untukmu.” Ucap Chindai sambil memberikan sebuah kado yang sudah terbungkus rapi
“Apa ini?” Tanya Bagas menerima kado dari Chindai
“Kau bisa membukanya nanti.” Jawab Chindai tersenyum
“Baiklah,Terima kasih.” Bagas tersenyum
“Bagas? Kau masih ingat? Saat aku bercerita kepadamu tentang seseorang yang aku sukai?” Tanya Chindai
“Iya, aku masih ingat. Kenapa?” Tanya Bagas penasaran
“Aku hanya ingin memberitahumu, jika orang yang selama ini aku sukai adalah...” Chindai menggantungkan kalimatnya, dia menunduk dan menghela napas panjang, kemudian dia menatap Bagas lekat, dan tersenyum
“Seseorang yang berdiri di hadapanku sekarang.” Lanjut Chindai tersenyum
“Ha?” Bagas kaget
“Aku sangat menyukainya, tapi dia tidak pernah menyukai ku. Bahkan dia memiliki kekasih. Aku sudah cukup sakit untuk menyukai nya selama ini, aku lelah untuk menunggunya selama ini.” Ucap Chindai tak menatap mata Bagas
“Setelah kelulusan, aku akan kembali ke Manado, untuk memulai hidup baru tanpa dirinya dihidupku.” Lanjut Chindai
“Terima kasih Bagas.” Ucap Chindai tersenyum menatap Bagas, kemudian berbalik badan dan mulai melangkahkan kakinya
“Chindai?” Panggil Bagas, Chindai kemudian berbalik badan, dan tiba-tiba.....
HUG
“Kenapa?” Tanya Bagas sambil memeluk Chindai
“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku jika selama ini kau menyukai ku?” Tanya Bagas masih memeluk Chindai
“Bagas?” Chindai kaget, dia bingung harus membalas pelukan Bagas atau tidak
“Aku mohon, jangan kembali ke Manado.” Pinta Bagas
“Aku mohon.” Pintanya penuh harap
“Aku akan gila, jika gadis yang aku sukai pergi ke Manado.” Ucap Bagas sendu
“Bagas, jangan bercanda.” Jawab Chindai menahan tangis
“Chindai, I Love you.” Ucap Bagas
“I Love you so much.” Suara Bagas bergetar
“Bagas?” Chindai mulai mengangkat tangannya, membalas pelukan Bagas
---
“Jadi, kau menyukai ku sejak kelas 10?” Tanya Chindai sambil berjalan menyusuri koridor bersama Bagas
“Iya, ternyata kita sama. Aku tidak menyangka jika kau juga menyukai ku.” Jawab Bagas tersenyum
“Iya, aku juga.” Chindai menunduk malu
“Lalu, Chelsea?” Tanya Chindai bingung
“Chelsea dia hanya sahabatku. Kami berteman sejak kecil, Chelsea sudah memiliki kekasih, Muhammad Difa Ryansyah.” Jawab Bagas
“Muhammad Difa Ryansyah?” Tanya Chindai kaget
“Mereka sudah lama berpacaran, ingat sehari sebelum kita berangkat ke pantai? Chelsea datang menemuiku saat aku berbicara denganmu di taman?” Tanya Bagas
“Chelsea memberitahuku jika mereka mulai berpacaran sore itu.” Lanjut Bagas
“Jadi, aku salah paham?” Tanya Chindai tak mengerti
“Iya, kau salah paham. Jelek!” Ucap Bagas tertawa kecil
“Meskipun aku jelek, kau menyukai ku.” Chindai menjulurkan lidahnya meledek Bagas
“Oh iya, saat di pantai aku sempat mencarimu. Tapi, aku malah bertemu Marsha.” Ucap Bagas mulai bercerita
“Marsha?”
“Aku bertanya tentang keberadaanmu, dia malah mengusirku.” Ucap Bagas sebal
“Apa? Kau diusir?” Chindai kaget
“Hmm.. padahal aku ingin mengajakmu membeli syal bersama-sama, karena Chelsea sudah pergi berdua dengan Difa.” Sesal Bagas
“Akhirnya, aku tidak ikut masuk ke dalam toko dan hanya berdiri sendirian di bawah lampu.” Bagas menundukkan kepalanya
“Chelsea juga membelikan aku syal, syal persahabatan, bukan couple. Karena, chelsea sudah menggunakan syal couple dengan Difa.” Bagas tersenyum diakhir kalimatnya
“Oh, ituu...” Chindai berpikir
“Kenapa?” Tanya Bagas
“Aku melihatmu saat kau berdiri di bawah lampu, aku juga sedang keluar membeli soda.” Chindai mulai membuka mulutnya
“Aku ingin menemui mu, tapi ku urungkan niatku karena ada Chelsea.” Chindai menggigit bawah bibirnya
“Hahaha, kau salah paham lagi kali ini.” Ledek Bagas
“Iya, kau benar.” Chindai mengalah
“Ayo, kita pergi.” Ajak Bagas membuka telapak tangannya kepada Chindai
“Ayoo!” Chindai tersenyum, dan membalas genggaman Bagas, dan pergi
.
.
.
.
THE END